Halaman Pertama   Sebelumnya   81   82   83   84   85   Berikutnya   Halaman Akhir 

Penelitian ini mengkaji persoalan Sinonimitas (Mutaradif). Kajian ini menjadi perdebatan diantara para ulama ahli bahasa Arab terkait keberadaan Tar?duf terhadap kata yang ada dalam Al-Qur’an. Sebagian ulama sepakat dengan keberadaan Tar?duf dalam Al-Qur’an. Dalam skripsi ini mengkaji kata Al-Kal?m dan An-Nu?q yang bermakna berbicara. Data yang digunakan adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang di dalamnya terdapat kata Al-Kal?m dan An-Nu?q , penulis meneliti makna kedua kata tersebut melalui sampling ayat yang terdapat dua kata tersebut. Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library reasearch) yang bersifat kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Hasil penelitian ini berdasarkan dari analisis penulis terhadap beberapa sampel lafaz Al-Kal?m dan An-Nu?q . Maka pertama, lafaz Al-Kal?m pada QS. Al-Baqarah/2: 253, QS. Al-Nis?/4: 164, dan QS. Al-A’r?f/7: 143 digunakan pada konteks tuturan Allah dengan Nabi Musa As. Lafaz Al-Kal?m dalam QS. Y?suf/12:54 digunakan pada konteks tuturan Allah untuk sesama manusia, yakni pada ayat tersebut Allah menggambarkan percakapan yang terjadi antara Raja dengan Nabi Yusuf As. Lafaz Al-Kal?m pada QS. Al-An’?m/6: 111 dan QS. Ar-Ra’d/13: 31 digunakan pada konteks tuturan Allah dengan orang yang telah mati. Kedua, lafaz An-Nu?q pada dalam QS. Fu??ilat/41: 21 digunakan pada konteks perkataan kulit kepada orang-orang musyrik. Lafaz An-Nu?q dalam QS. An-Najm/53: 3 digunakan pada konteks menjelaskan bahwasannya ucapan Nabi Muhammad saw tidak berdasarkan hawa nafsunya, melainkan apa yang diucap adalah wahyu. Lafaz An-Nu?q dalam QS. An-Naml/27: 16 digunakan pada konteks bahasa burung, bahasa burung tersebut meliputi suara, isyarat, atupun gerakan burung. Kesimpulan penelitian ini bahwa terdapat perbedaan antara lafaz Al-Kal?m dan An-Nu?q , yang mana lafaz Al-Kal?m adalah suatu perkataan yang dapat dimengerti dan atas kehendaknya sendiri, lain hal dengan lafaz An-Nu?q yaitu perkataan bi ghairi iradah atau bukan kehendaknya sendiri, melainkan karena ada faktor eksternal yang mana dalam konteks ayat-ayat tersebut Allah SWT sebagai Subjek memberi perintah yang absolut untuk berbicara, seperti sampling yang diambil dalam QS. Fu??ilat/41: 21, QS. Najm/53: 3 dan QS. An-Naml/27: 16 Kata Kunci : Tar?duf, Tafsir, Al-kal?m, An-Nu?q

Penelitian ini terfokuskan pada kata Ahl al-?ikr perspektif penafsiran al-Razi dan al-Qusyairi. Kata Ahl al-?ikr jika pertama kali didengar dalam sebuah forum diskusi maupun isi ceramah seseorang, yang terbenak dalam pikiran kata Ahl al-?ikr adalah sesosok cerminan yang ahli dalam berdzikir atau yang biasa disebut sebagai ahli wirid. Namun, dalam al-Qur’an terjemahan Kementrian Agama diartikan sebagai orang berilmu dan pengetahuan. Apabila diterjemahkan secara terpisah, menurut kamus al-Munawwir kata ahl dalam bahasa Arab memiliki arti keluarga dan dalam kamus al-Munawwir memiliki makna ?????? ??? ??????? yang memiliki arti ibadah. Dengan banyaknya makna dan penafsiran yang berbeda-beda, penulis menggunakan dua sudut pandang ulama tafsir untuk meneliti Ahl al-?ikr yaitu dari Fakhr al-D?n al-R?z? dan al-Qusyair?. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat dekriptif analisis. Karena penelitian ini melalui proses pengumpulan data penelitian dengan cara kepustakaan (library research) yaitu menelaah literatur, buku, dan catatan-catatan yang berkaitan dengan latar belakang permasalahan. Hasil dari penelitian ini, penulis menemukan bahwa kata Ahl al-?ikr di dalam al-Qur’an hanya disebutkan dua kali, yaitu dalam surat al-Na?l ayat 43 dan al-Anbiy?’ ayat 7. Dalam penafsiran al-Razi dan al-Qusyairi memiliki persamaan penafsiran pada awal penafsiran kedua ayat ini, yaitu ketika kaum kafir Quraisy tidak mempercayai utusan Allah adalah manusia dijelaskan dalam ayat ini bahwa utusan Allah sebelum Muhammad SAW untuk manusia adalah dari manusia juga. Perbedaan dalam penafsiran ini al-R?zi menafsirkan Ahl al-?ikr kepada ahli kitab karena menurutnya terdapat serangkaian kisah dengan Yahudi dan Nasrani, sehingga kafir Quraisy yang pada saat itu tidak mempercayai Ahl al-?ikr diperintahkan untuk bertanya kepada Ahl al-Kit?b sebelum al-Qur’an itu ada, yaitu kepada Ahl al-Taurat dan Ahl al-Inj?l, sedangkan menurut al-Qusyairi Ahl al-?ikr artinya adalah ulama. Karena menurut al-Qusyairi perintah bertanyalah kepada Ahl al-?ikr adalah anjuran khususnya untuk kaum muslim bertanya kepada ahlinya ketika tidak mengetahui sesuatu. Namun, pada saat kafir Quraisy tidak percaya utusan dari kalangan manusia, Ahl al-Taurat dan Ahl al-Inj?l yang paling tepat diartikan sebagai Ahl al-?ikr. Kata Kunci : Ahl al-?ikr , Penafsiran al-Razi, Penafsiran al-Qusyair

Skripsi ini mengkaji tentang kisah kemarahan Nabi Musa dalam QS. Al-A’r?f ayat 150-154 menurut penafsiran Imam as-Suyu?i dan Abdul Malik Karim Abdulloh. Pernyataan yang akan dibahas adalah bagaimana penafsiran Imam as-Suyu?i dan Abdul Malik Karim Abdulloh mengenai kemarahan Nabi Musa dalam QS. Al-A’r?f ayat 150-154 dan studi perbandingan maknanya. Penelitian ini termasuk dalam kategori kepustakaan (library research) dan sifatnya adalah deskriptif-komparatif. Sumber utama data adalah al-Qur’an, kitab tafsir Jal?lain dan tafsir al-Azh?r, ditambah dengan literatur terkait lainnya seperti jurnal, tesis, desertasi, buku-buku dan artikel yang berkaitan dengan tema penelitian ini. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah content analisis, yaitu dengan menelaah kitab yang ingin dijadikan rujukan penelitian. Imam as-Suyu?i dalam kitab tafsirnya memaparkan bahwa sikap marah Nabi Musa dilampiaskan kepada kaumnya yang zolim dan Harun saudaranya. Selain itu dalam penafsiran ini, as-Suyu?i menjelaskan bahwa lembaran Taurat yang dilempar Nabi Musa pecah dan Musa melampiaskan amarahnya dengan menarik rambur Harun menggunakan tangan kanan dan jenggot Harun menggunakan tangan kiri guna mengarahkan Harun ke hadapannya. Hal itu menggambarkan bahwa Nabi Musa merupakan manusia yang tetap akan memiliki rasa sedih dan marah. Sedangkan Hamka menafsirkan amarah Nabi Musa sebagai bentuk karakter yang tercipta akibat latar belakang kehidupan Nabi Musa yang penuh dengan perjuangan, selain itu sikap tega Musa memarahi kaumnya baik yang zalim maupun tidak beserta Harun saudaranya, merupakan sisi tanggung jawab beliau sebagai pemimpin yang diutus Allah kala itu. Kesimpulan dari penelitian ini ialah kisah-kisah Al-Qur'an mengandung nilai-nilai sejarah yang relevan untuk membangun peradaban saat ini. Hermeneutika dan tafsir Al-Qur'an membantu menggali makna bagi pembaca masa kini. Variasi pengutipan memengaruhi interpretasi tafsir. Mufasir dipengaruhi oleh pemahaman agama, lingkungan, dan faktor luar. Ini menunjukkan sifat dinamis tafsir. Ketika merujuk pada tafsir, individu mendapatkan interpretasi khusus, yang mempengaruhi pemahaman terhadap suatu konsep. Kata kunci: Kisah Nabi Musa, Tafsir Jal?lain, Tafsir al-Azh?r.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh konsep bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Puncak kelebihannya bisa lebih mulia dari malaikat, dan titik terendah kekurangannya lebih hina dari binatang. Tetapi dibalik kelebihan dan kekurangannya itu, manusia adalah makhluk yang penuh misteri. Tidaklah mengherankan jika kemudian muncul begitu banyak kajian, penelitian ataupun pemikiran tentang manusia dalam segala aspeknya. Salah satunya adalah tentang jiwa. Jiwa merupakan salah satu topik yang sangat menarik perhatian para ilmuwan barat. Tidak sedikit dari mereka yang menghabiskan waktunya untuk mengkaji masalah ini. namun, kajian mereka tidak dilandasi dengan agama. Berbeda dengan ilmuwan muslim yang menjadikan agama sebagai pijakannya. Salah seorang ilmuwan muslim yang membahas tentang jiwa manusia adalah Ibn Sîna. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan daya-daya jiwa manusia perspektif Ibn Sîna. Pemilihan tokoh ini menarik, karena gagasannya banyak dijadikan kiblat oleh generasi ilmuwan muslim setelahnya. Penelitian ini metode library reserch, penulis ingin mengetahui bagaimana konsep jiwa dalam perspektif Ibn Sîna. Kemudian juga bagaimana pandangan Ibn Sîna tentang daya-daya jiwa yang dimiliki manusia. Penelitian ini menggunakan metode library research (studi pustaka)Penelitian ini mengambil sumber primer berupa buku-buku Ibn Sina terkait jiwa. Dari penelitian diperoleh hasil, bahwa Ibn Sîna mengemukakan bahwa jiwa manusia terdiri dari tiga bagian, diantaranya yaitu: jiwa tumbuh-tumbuhan (al-nafs al-nabatiyah), jiwa binatang (al-nafs al-hayawaniyah), dan jiwa manusia (al-nafs al-insaniyah). Jiwa tumbuh-tumbuhan memiliki tiga fakultas, yaitu daya makan (al-quwwah al-ghadziyah), daya tumbuh (al-quwwah al-munammiyah), dan daya reproduksi (al-quwwah al-muwallidah). Jiwa binatang memiliki dua daya, yaitu daya penggerak (al-quwwah al-muharrikah), dan daya persepsi (al-quwwah al-mudrikah). Jiwa manusia mempunyai daya berfikir yang disebut dengan al-aql. Dan manusia juga memiliki tiga sekaligus jiwa tersebut.

Skripsi ini membahas mengenai fenomena living qur’an melalui praktik pembacaan ayat-ayat al-Qur’an sebagai metode terapi pengobatan yang dilakukan terhadap orang-orang dengan gangguan jiwa di Pondok Pesantren Daarut Tasbih Tangerang. Pesantren ini dipilih karena praktik terapi yang dilakukan sudah berlangsung selama puluhan tahun oleh Kiai Rafiudin dan Kiai Razzaq. Banyak pasien sudah dapat disembuhkan setelah mendapatkan terapi di pondok ini, sehingga mereka dapat kembali hidup di lingkungan masyarakat. Pertanyaan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana praktik pembacaan ayat-ayat al-Qur’an yang digunakan sebagai obat dalam metode terapi bagi ODGJ di Pondok Pesantren Daarut Tasbih Kecamatan Pasar Kemis Kabupaten Tangerang? Jenis Penelitian yang digunakan untuk menjelaskan di dalam skripsi ini yaitu penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif fenomenologis yang pengumpulan datanya dilakukan melalui pengamatan, wawancara dengan para narasumber dan penelitian dokumen. Dalam skripsi ini didapati beberapa temuan, bahwa praktik pengobatan yang dilakukan di Pondok Pesantren Daarut Tasbih kabupaten Tangerang menggunakan ayat-ayat al-Qur’an dan zikir sebagai dasar utamanya dengan tambahan dalam praktik media lain seperti air dan jamu yang berasal dari rempah-rempah. Terdapat beberapa surah yang dibacakan yaitu al-Fatihah, an-Nas, al-Falaq, al-Ikhlas, dan ayat kursi. Beberapa tahapan dalam menjalani proses pengobatan. Tahap pertama, wali pasien atau pasien akan dibuatkan janji temu dengan Kiai. Tahap kedua, berkonsultasi dengan Kiai dan memulai pengobatan dengan surah-surah yang telah disebutkan dan doa-doa khusus tergantung kebutuhan pasien sambil memegang kepala pasien lalu setelahnya Kiai akan membacakan doa yang ditiupkan ke air di dalam botol yang sudah disediakan. Air tersebut nantinya akan dipakai sesuai dengan istruksi Kiai jika pasien diizinkan untuk pulang. Setelah dibacakan ayat suci al-Qur’an dan doa-doa, umumnya pasien akan merasa lebih tenang dan mudah dikontrol. Manfaat yang terlihat dan dirasakan oleh pasien yaitu sangat terlihat adanya pengaruh positif yang mempengaruhi jasmani dan rohani mereka sehingga mereka pun secara perlahan dapat kembali ke masyarakat. Kata kunci: Pengobatan al-Qur’an, ODGJ, Manfaat.

Hasbi Ash-Shiddieqy dan Bisri Mustofa merupakan dua diantara mufasir yang tercatat dalam literatur tafsir Indonesia, selain sebagai mufasir, keduanya juga seorang politisi. Dalam menafsirkan beberapa ayat terkait politik khususnya etika politik, keduanya terdapat perbedaan dan persamaan. Hal tersebut menjadi alasan utama penulis memilih tema penelitian ini. Penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif-analisis. Adapun sumber data yang digunakan ialah studi pustaka atau library research. Sumber data tersebut terbagi menjadi dua, yakni: Tafsir Al-Ibriz karya Bisri Mustofa dan Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nuur karya Hasbi Ash-Shiddieqy sebagai sumber primer dan Tafsir Tematik (Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, Dan Berpolitik) yang ditulis oleh Kementrian Agama juga karya ilmiah lainnya dalam bentuk buku dan jurnal yang menjadi sumber sekunder pada penelitian ini. Beberapa hasil dari penelitian ini antara lain yakni: Pertama, Bisri Mustofa tidak menafsirkan 10 ayat-ayat terkait etika tersebut dengan dikontekstualisasikan pada latar belakangnya sebagai seorang politisi. Kedua, Hasbi beberapa kali terlihat mengaitkan penafsirannya terkait ayat-ayat etika politik tersebut terhadap unsur politik. Ketiga, Hasbi juga menyatakan prinsip-prinsip tersebut (adil, musyawarah, amanah) merupakan kaidah dalam sistem pemerintahan. Kata kunci: Tafsir Muqaran, Ayat-ayat Etika Politik, Hasbi Ash-Shiddieqy, Bisri Mustofa.

 Halaman Pertama   Sebelumnya   81   82   83   84   85   Berikutnya   Halaman Akhir 

Hasil Pencarian


Ditemukan 7886 dari pencarian Anda melalui kata kunci: Author : "a"
Saat ini anda berada pada halaman 84 dari total 789 halaman
Permintaan membutuhkan 0,1206 detik untuk selesai
XML ResultJSON Result

Informasi


Akses Katalog Publik Daring - Gunakan fasilitas pencarian untuk mempercepat penemuan data katalog